Mari kita lestarikan budaya Nusantara, agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita. Matee Aneuk meupat jeurat, Gadoeh adat hoe tajak Mita ?”
Lhoksukon – Penjabat (PJ) Bupati Aceh Utara, Azwardi tampak ahli dalam memainkan alat seni tradisional Rapa’i Pase.
Hal tersebut dilakukannya usai membuka ajang Festival Edukasi Aceh Utara 2022, di lapangan upacara depan kantor Bupati, Simpang Landing Kecamatan Lhoksukon, Sabtu, (17/12/2022)
Ketika itu, setelah mengunjungi beberapa stand, orang nomor satu di Aceh Utara ini menghampiri Group Rapa’i Pase dari Buwah di tengah lapangan. Saat itu, ia ditantang untuk menabuh (Peh) Rapa’i, lalu kemudian ia menyanggupinya.
Tampak saat menabuh bersama, Azwardi terlihat mahir memainkan irama, sehingga sontak menjadi sorotan dan dikerumuni oleh para pengunjung. Namun sayang, aksi “Peh Rapa’i” Bupati ini hanya berjalan sesaat saja, ia menyerah karena tangannya kesakitan.
Sepertinya Pak PJ butuh lagi jam terbang untuk menjadi seorang pemain Rapa’i profesional. Pun demikian, kita patut salut dan bangga, karna beliau telah mencintai seni bumi Pase yang merupakan salah satu alat musik yang telah ada dari masa lalu.
Rapa’i Pase atau sering disebut dengan Rapa’i gantung merupakan alat seni tradisional Aceh di daerah pesisir, khususnya di bumi Pasee (Aceh Utara).
Disebut Rapa’i Gantung, karana Rapa’i ini saat dimainkan posisinya digantung, disebabkan ukurannya yang sangat besar dengan bobot mencapai 35 Kilo Gram.
Hal ini sangat berbeda dengan Rapa’i Uroeh atau Rapa’i Geleng yang ukurannya minimalis. Khusus Rapa’i Geleng, selain ukuran permukaannya yang kecil, tapi juga memiliki bentuk baloeh-nya yang tipis.
Nama Rapa’i diambil dari nama pembuatnya, yaitu Ahmad Rifa’i, dia adalah seorang ahli sufi.
Gendang dufun ini pertama kali diperkenalkan pada masyarakat Aceh oleh Syekh Abdul Qadir Jailani, lalu memberi nama Rifa’i untuk mengenang penciptanya.
Seiring perjalanan waktu, sebutan Rifa’i berubah menjadi Rapa’i, hal ini tidak berubah makna dan tujuan, hanya berubah pada aksen penyebutannya saja, dan itu sudah lumrah dalam masyarakat Aceh.