Indeks
News  

Aksi Bersama dalam Pemenuhan Kebutuhan Pendanaan bagi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Jakarta – Dalam menindaklanjuti hasil COP 27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir dan KTT G20 di Bali, Pemerintah memperkuat sinergi dan kolaborasi para pihak guna mengendalikan perubahan iklim melalui komitmen pencapaian target ENDC (Enhanced National Determined Contribution) hingga 2030 dengan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia sebesar 31,89% yang bersumber dari Indonesia sendiri (sebelumnya 29%) dan dapat mencapai 43,20% (sebelumnya 41%) dengan dukungan internasional.

Strategi pencapaian target ENDC ini dilaksanakan melalui pendekatan sektoral dengan keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mencakup strategi pengurangan emisi pada sektor: (i) kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forest and other lund use/FOLU), termasuk pertanian dalam ketahanan pangan; (ii) energi; dan (iii) proses industri dan penggunaan produk (IPPU); dan (iv) pengelolaan limbah. Strategi pencapaian target ENDC ini juga didukung melalui ekonomi biru dan ekonomi hijau.

Ekonomi biru merupakan pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut. Ekonomi biru ini dilaksanakan guna menjaga kesehatan laut Indonesia dengan menyeimbangkan antara pemanfaatan dengan kelestarian sumber daya alam laut. Sementara itu, ekonomi hijau didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pembatasan sumber daya alam dan rendah karbon guna mencapai keadilan dalam pembangunan, baik keadilan bagi masyarakat maupun lingkungan dan sumber daya alam itu sendiri.

Dalam rangka mensinergikan langkah-langkah pencapaian target ENDC melalui empat sektor yang mendukung dan berkontribusi terhadap pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Kementerian Koordinator Perekonomian bersama dengan BPDLH pada tanggal 21 – 22 Desember 2022 menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Komite Pengarah BPDLH Tahun 2022 dengan tema “Penguatan Aksi Bersama Untuk Pendanaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan”.

Pada acara Rakernas ini, Presiden Jokowi menyampaikan arahannya terkait dengan pentingnya peran pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pencapaian ENDC melalui seluruh sektor, terutama pada sektor pengelolaan sampah dan sektor FOLU antara lain melalui rehabilitasi mangrove. Tentu saja, peran seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah sangatlah penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Saya yakin kalau permasalahannya keliatan dan kita merehabilitasi dan memperbaikinya juga kelihatan, akan banyak dana-dana yang masuk melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Untuk awal adalah urusan sampah menjadi prioritas. Yang kedua, untuk lingkungan hidup adalah sektor kehutanan, karena mangrove dapat mereduksi delapan hingga dua belas kali lipat dibandingkan hutan biasa “, ujar Presiden Jokowi.

Dalam kesempatan ini, Pemerintah akan membahas berbagai langkah-langkah yang telah, sedang dan akan dilaksanakan terkait dengan pengurangan emisi GRK, antara lain: (i) mekanisme dalam mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage) yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim; (ii) implementasi program yang dijalankan oleh kendaraan (vehicles) yang sehingga menjadi katalis dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, net zero emission (NZE), transisi energi menuju energi bersih melalui pelindungan lingkungan hidup; (iii) pelaksanaan Program Kerja Mitigasi KLHK 2022-2026, FOLU Net Sink 2030, peningkatan keterjangkauan dan kecukupan pangan, peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan nelayan, penerapan industri hijau, efisiensi sumber daya alam dan penerapan circular economy, dan berbagai program lainnya; (iv) operasionalisasi lembaga pengelola dana lingkungan hidup guna mendorong percepatan laju mobilisasi dana lingkungan hidup melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPDLH). “BPDLH sebagai vehicle pendanaan berfungsi sebagai fasilitator untuk mempertemukan pemilik dana dan pemilik program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dananya dapat dimanfaatkan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.”, ujar Airlangga Hartarto, Menteri Koordinasi Perekonomian.

Berbagai langkah-langkah yang telah dibahas dalam Rakernas ini akan didukung oleh BPDLH sebagai Badan Layanan Umum di bawah Kementerian Keuangan. Sebagai instrumen pengelola dana lingkungan hidup, BPDLH menyediakan fleksibilitas pengelolaan dana baik penghimpunan dana dari berbagai sumber pendanaan, hingga penyaluran dana kepada kementerian/lembaga, badan usaha, maupun kepada penerima manfaat perorangan. Lebih lanjut, dalam wadah BPDLH, pemerintah menjamin bahwa seluruh dana yang diinvestasikan oleh mitra kepada BPDLH akan dikelola secara efektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. “Untuk bisa menciptakan mekanisme pendanaan dari global dengan dicampur dana lain yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, negara donor, institusi pendanaan bilateral atau multilateral, filantropi, dan sektor swasta melalui mekanisme blended finance pasti tata kelolanya akan rumit. Salah satu langkah yang dilakukan oleh Kementerian keuangan adalah melalui suatu wadah yaitu BPDLH untuk lingkungan hidup terutama dalam pengendalian perubahan iklim. BPDLH juga akan mengelola dana penanggulangan bencana melalui Pooling-Fund Bencana.”, jelas Menteri Keuangan.

Hingga saat ini, BPDLH sedang mengelola dana sebesar USD 968,6 Juta atau sekitar 14,52 triliun rupiah melalui skema pengelolaan BLU. Dana tersebut dapat diakses/dimanfaatkan oleh berbagai penerima manfaat seperti Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, Masyarakat dan perorangan untuk program peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dana yang dikelola ini selain bersumber dari dana APBN, juga berasal dari dana reboisasi, dana hibah dari Green Climate Fund untuk proyek REDD+ RBP, dana hibah dari Ford Foundation melalui program Community Based Program Dana TERRA, dana pinjaman dari Bank Dunia untuk program Pooling Fund Bencana, Mangrove for Coastal Resilience, dana hibah World Bank untuk program FCPF-Forest Carbon Fasility Partnership Result Based Payment REDD+, Bio-CF for Initiative For Sustainable Forest Landscape Result based payment REDD+. Potensi dana yang akan masuk sekitar Rp 24 trilyun. Dalam mendukung pelaksanaan program tersebut, BPDLH mengoperasikan pengelolaan dana lingkungan hidup, baik menghimpun, mengembangkan dan menyalurkan dana dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui instrumen peraturan, kebijakan, dan pelaksanaan monitoring, evaluasi, audit serta pengawasan oleh Komite Pengarah dari 10 kementerian.

Selanjutnya, dalam Rakernas ini diharapkan sinergi dan kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, negara donor, institusi pendanaan bilateral atau multilateral, filantropi, sektor swasta, masyarakat dan perorangan dapat semakin erat terjalin serta penghimpunan dan mobilisasi pendanaan lingkungan hidup dapat berdampak secara nyata dalam mempercepat pencapaian target ENDC, terciptanya lingkungan hidup yang lestari dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Sumber : Rilis Kementerian Keuangan
Exit mobile version