Aceh Utara – Dalam selang waktu lima hari, laporan kerusakan rumah akibat banjir dari Posko Bencana Aceh Utara menunjukkan perubahan yang begitu drastis hingga membuat publik bertanya-tanya: apakah datanya sedang diperbarui, dikoreksi, atau sekadar berubah mood?
Pada 30 November 2025, laporan resmi mencatat 3.970 rumah rusak berat, 12.685 rusak sedang, dan 15.890 rusak ringan. Jika dijumlahkan, totalnya 32.545 unit. Namun angka total dalam laporan tertulis 32.547 unit, selisih dua unit yang entah muncul dari mana. Selisih kecil memang, tetapi cukup mengisyaratkan bahwa perhitungan belum sepenuhnya rapi.
Lima hari berlalu, 5 Desember 2025 pukul 12.00 WIB, pembaruan data menunjukkan perubahan besar yang sulit diabaikan. Rumah rusak berat melonjak menjadi 11.516 unit. Sementara itu, kategori rusak sedang turun tajam menjadi 4.989 unit, dan rusak ringan turun menjadi 10.594 unit. Total keseluruhan justru berkurang menjadi 27.099 unit, hilang lebih dari lima ribu unit hanya dalam hitungan hari.
Dalam konteks bencana, penurunan angka biasanya terjadi setelah verifikasi ulang, tetapi jarang disertai lonjakan besar di kategori lain dan penurunan total yang begitu ekstrem. Pola perubahan ini membuat publik kesulitan memahami logika pendataan yang digunakan. Banyak yang menilai bahwa angka-angka tersebut berubah terlalu cepat untuk dapat dijelaskan oleh dinamika di lapangan.
Sarkasme ringan muncul di kalangan warganet yang mempertanyakan apakah pendataan dilakukan dengan metode berbeda-beda setiap hari, atau ada bagian tertentu dari proses verifikasi yang belum sepenuhnya sinkron. Meski demikian, publik tetap menunggu penjelasan resmi agar data dapat diyakini dan digunakan sebagai dasar kebijakan yang tepat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak posko dan BPBD Aceh Utara belum memberikan klarifikasi. Permintaan konfirmasi kepada Plh. BPBD Aceh Utara, Fauzan, melalui pesan WhatsApp juga belum mendapat respons.
Publik berharap ke depan angka-angka yang dirilis tidak hanya diperbarui, tetapi juga dijelaskan, agar warga terdampak maupun para pemangku kebijakan tidak perlu menafsirkan data sambil menebak-nebak.
