Indeks
News  

Pengelolaan Sampah Lhokseumawe Difokuskan 2025, Wali Kota: “Bukan Sekadar Wacana”

Lhokseumawe – Pengelolaan sampah Lhokseumawe dipastikan menjadi program prioritas Pemerintah Kota (Pemko) pada tahun 2025. Hal ini ditegaskan langsung oleh Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, dalam kegiatan kajian publik dan ekspose hasil survei revaluasi komposisi sampah yang berlangsung di Aula Hotel Rajawali, Lhokseumawe, 16–19 April 2025.

“Program ‘Broh Jeut Keu Peng’ adalah langkah strategis dan unggulan dalam menangani permasalahan sampah di Kota Lhokseumawe. Setelah kajian ini, kita akan evaluasi menyeluruh, mulai dari anggaran hingga spesifikasi mesin pengolahan yang tepat. Semua keputusan akan berbasis data dan analisis para ahli. Tahun 2025 program ini harus mulai terealisasi. Jangan sampai ada anggaran yang mengendap (silpa). Ini kerja bersama, bukan sekadar wacana,” kata Dr. Sayuti, Sabtu (19/4).

Kegiatan bertema “Ekspose: Skema dan Model Penanganan Sampah secara Komprehensif di Kota Lhokseumawe” tersebut menghadirkan enam tim ahli lintas bidang yang mengkaji kondisi aktual pengelolaan sampah di Lhokseumawe.

Wali Kota Sayuti menambahkan, upaya ini tidak bisa dijalankan sendiri oleh pemerintah.

”Kerja sama dari media juga sangat penting, berikan informasi yang benar dan edukatif untuk masyarakat. Jangan hanya sebarkan isu, tapi bantu bangun kota,” ujarnya.

Ia juga menyebut program ini telah mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.

“Ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Masalah biaya, tentu kita akan konsultasikan kembali dengan para ahli. Tidak bisa asal tebak. Yang penting, program ini harus jalan. Kita ingin Lhokseumawe bersih dan tertata,” tegasnya.

Data dari hasil survei menunjukkan, pengelolaan sampah Lhokseumawe menghadapi tantangan besar. Kota ini memproduksi sekitar 110 ton sampah per hari dengan estimasi timbunan mencapai ±53.760 ton di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alue Lim. Komposisi sampah didominasi sampah organik sebesar 70%, sisanya 30% anorganik.

Empat titik sumber sampah terbesar yang teridentifikasi antara lain:

  • Pemukiman Pusong (±4 ton/hari)
  • Pasar Buah
  • Jalan Perdagangan Sukaramai
  • Kawasan Reservoir Waduk

Pakar desain dan teknologi industri, Ir. Vitex Grandis dari Ikatan Alumni ITB, menyebut langkah Lhokseumawe ini sebagai terobosan.

“Lhokseumawe menjadi kota pertama yang menjadikan pengolahan sampah sebagai program prioritas daerah. Ini terobosan yang patut diapresiasi,” ujarnya.

Tim ahli juga merekomendasikan penyusunan qanun pengelolaan sampah, penyusunan SOP, pengaktifan BSU (Badan Sosialisasi dan Edukasi) serta BSI (Badan Pengelola Sampah), dan pembangunan jaringan pelatihan komunitas berbasis ekonomi sirkular lokal (SEL).

Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Indra Mawardi dari Politeknik Negeri Lhokseumawe, menyatakan penanganan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial.

“Ini pekerjaan lintas sektor. Diperlukan pendekatan teknis yang berlapis – mulai dari aspek material, tata kelola, hingga teknologi pengolahan yang tepat guna dan berkelanjutan,” jelasnya.

Pemko berharap program pengelolaan sampah Lhokseumawe melalui skema ekonomi sirkular ini mampu menjadikan Lhokseumawe sebagai model nasional.

“‘Broh Jeut Keu Peng’ bukan hanya slogan, tapi panggilan untuk bergerak bersama membangun kota yang bersih, sehat, dan berkelanjutan,” pungkas Wali Kota Sayuti.

 

Exit mobile version