Lhoksukon – Eskalasi politik pelengseran Geuchik Gampong Pande Kecamatan Tanah Pasir semenjak Juli tahun 2022 kian memanas, hingga sejumlah aparatur Gampong dan seluruh Tuha Peut atau Badan Pengawas Desa (BPD) mengundurkan diri secara mendadak.
Keuchik (Kepala Desa) Gampong Pande, Kecamatan Tanah Pasir, De Junaidi, Kamis, 26 Januari 2023, mengatakan, persoalan atau gejolak itu sebenarnya sudah lama sejak Juli 2022. Bahwa sebagian kelompok masyarakat Gampong Pande melakukan mosi tidak percaya kepadanya selaku kepala desa, berkaitan dengan ketidakpuasan mereka terhadap dirinya sehingga terjadi mengundurkan diri sejumlah perangkat desa.
“Tapi saya pernah dimintai klarifikasi dari Camat Tanah Pasir pada 22 Juli 2022 untuk membicarakan tentang kondisi dan situasi Gampong Pande. Namun, sampai saat ini saya belum menerima hasil setelah klarifikasi tersebut. Seharusnya setelah proses itu panjang terjadi bahwa dalam tanda kutip ‘Camat’, agar melakukan beberapa hal untuk mendamaikan persoalan itu,” kata De Junaidi akrab disapa Deje, kepada wartawan.
“Sebelumnya, ketika saya sedang berada di Banda Aceh ada kegiatan. Saya diberitahukan oleh keluarga bahwa akan ada rapat di meunasah (surau) Gampong Pande pada 24 Januari 2023 sekitar pukul 13.30 WIB, yang ternyata surat undangan untuk rapat (silaturrahmi) itu diserahkan ke pihak Kantor Camat Tanah Pasir adalah menggunakan kop surat pemerintahan desa dan ditandatangani oleh salah satu tokoh masyarakat atas nama H. Hasbi Ahmad (mantan keuchik) tanpa sepengetahuan saya. Ini saja sudah melanggar secara prosedur yang dilakukan,” ucap Junaidi.
Kemudian, sebut Junaidi, saat itu dirinya sedang di Banda Aceh berusaha pulang ke gampong. Sesungguhnya ketika itu ia tidak pernah diberitahukan bahwa akan ada rapat pada 24 Januari 2023 tersebut, seharusnya mereka memberikan klarifikasi.
“Yang saya tahu dalam rapat tersebut ada pembacaan mosi tidak percaya atau petisi terhadap saya dengan segala macam tuduhan oleh sekelompok masyarakat. Saya menilai ada sebuah sikap arogansi daripada sekelompok masyarakat atau lebih dominannya ala-ala premanisme yang dijalankan untuk menekan saya agar lengser dari jabatan kepala desa (keuchik),” ungkap Junaidi.
Menurut De Junaidi, sikap premanisme dilakukan untuk menjatuhkan jabatannya dari keuchik, juga dipaksakan untuk diberhentikan Kaur Pembangunan Gampong Pande saat itu. Terhitung selama lima bulan gaji Kaur Pembangunan diambil paksa oleh sejumlah oknum masyarakat setempat. Kata dia, Perlu diketahui bahwa dalam acara yang bertajuk silahturahmi yang diadakan di meunasah gampong tersebut, pihak panitia tidak memberikan kesempatan kepada keuchik untuk mengklarifikasi setiap tuduhan yang disampaikan. Seolah-olah semua yang disampaikannya sudah benar.
“Saya berkoordinasi dengan kapolsek untuk dapat memberikan klarifikasi atas semua tuduhan yang disampaikan. Namun, atas pertimbangan keamanan bahwa Bapak Kapolsek mengatakan ‘lebih baik Pak Keuchik tidak bicara’. Setelah itu, saya minta izin pulang, dan pada saat hendak pulang, sebagian masyarakat yang hadir meminta saya untuk bisa memberikan klarifikasi atas tuduhan mereka,” ujar De Junaidi.
Lebih lanjut, Junaidi mengatakan, maka akhirnya sedikit terjadi kerusuhan, karena tidak diperbolehkannya untuk memberikan klarifikasi tersebut. Untuk diketahui susunan acara itu mulanya adalah pembukaan oleh H. Hasbi Ahmad, pembacaan petisi dari perwakilan masyarakat, sambutan Camat Tanah Pasir, dan terakhir ditutup dengan doa oleh Teungku Imum Gampong. Setelah itu, masyarakat disuruh pulang, tapi tidak mau pulang. Selanjutnya, Sekcam disuruh naik pentas untuk berbicara.
“Setalah itu masyarakat disuruh pulang. Tapi masyarakat tidak mau pulang juga. Berhubung tidak diberi kesempatan keuchik dalam memberikan klarifikasi, maka masyarakat ribut. Kehadiran pihak polsek dan koramil saat itu untuk pengamanan yang diminta secara khusus oleh keuchik,” kata Junaidi.
“Setelah kejadian tersebut saya juga meminta kepada dewan pimpinan daerah Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Provinsi Aceh (DPD Apdesi Aceh) melalui DPC Apdesi Aceh Utara, supaya dapat memberikan dampingan dalam rangka meluruskan dan menyelesaikan dinamika ini. Mengingat sepengetahuan saya, di dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik, tidak ada mekanisme seperti yang ditempuh dalam kasus di Gampong Pande,” tegas Junaidi.
Kata Junaidi, bahkan oknum masyarakat dapat membuat undangan atas nama Pemerintah Gampong dan terkesan dengan kehadiran Camat Tanah Pasir seolah-olah itu benar dan bukan pelanggaran. Begitu juga jika dilihat melalui Qanun Nomor 4 Tahun 2009 Kabupaten Aceh Utara tentang Pemerintahan Gampong di Aceh Utara, juga upaya mediasi yang dilakukan pihak kecamatan tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
“Puncaknya pada Juli 2022, sekelompok premanisme di gampong menghimpun tanda tangan dengan berbagai cara. Ada yang diancam secara verbal, ada yang ditipu untuk pencairan dana BLT untuk dapat diajukan mosi tak percaya. Terkait hal ini patut diduga ada campur tangan pihak Kantor Camat untuk mengkoordinir sebagian masyarakat itu,” kata De Junaidi.
“Namun, dalam hal ini saya juga sangat berterima kasih kepada Kapolsek, Kanit Intel, Kanit Reskrim dan Danramil 12/Tanah Pasir, serta Babinsa yang telah menjamin keamanan kepada keluarga saya yang ikut hadir saat acara silaturrahmi atau rapat pada 24 Januari,” ungkapnya.
Sekcam Tanah Pasir, Zulkifli, mengungkapkan, berkenaan persoalan itu pada 2022 pihaknya sudah menyelesaikan sengketa antara tuha peut dengan keuchik Gampong Pande. Karena tidak ada kecocokan aparat dengan keuchik maka persoalan tersebut kini muncul kembali, sehingga tuha peut mengundurkan diri dari jabatannya yang berjumlah tujuh orang dan sekaligus sejumlah aparatur gampong.
“Ini berarti sistem pemerintahan di gampong tersebut kolaps. Padahal, jauh sebelumnya kita sudah memediasi persoalan itu sehingga tidak ada titik temu. Maka pada 24 Januari 2023 kami menghadirkan rapat di Gampong Pande, apabila kami tidak berhadir maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Zulkifli, didampingi Camat Tanah Pasir, Safri, di kantornya, Kamis (26/1).
Zulkifli menyampaikan, persoalannya adalah ketidakakuran pemerintahan (keuchik) gampong dengan aparatur baik dari segi pembangunan, adat istiadat serta mengenai ketidakterbukaan pembangunan di Gampong Pande dan papan informasi tidak ada. Kemudian, Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pada akhir tahun 2022 bahwa keuchik tidak melaporkan kepada masyarakatnya.
“Tidak benar adanya mosi tidak percaya yang dituding ada campur tangan kita tentang hal tersebut. Itu adalah fitnah, kami tidak pernah berbuat hal demikian. Tugas kami pemerintah menampung, melindungi dan kalau memang persoalan itu tidak selesai akan kita tindaklanjuti kepada pimpinan kami Bapak Pj Bupati, Sekda Aceh Utara, Asisten atau Kabag Pemkim,” katanya.
Lanjut Zulkifli, terkait tudingan dia (keuchik) tentang mosi tidak percaya yang didalangi unsur pihak Kantor Camat Tanah Pasir, itu bohong. Pihaknya tidak pernah ada upaya untuk menurunkan jabatan Keuchik Gampong Pande, itu bukan kewenangan dari kecamatan. Karena tidak ada lagi kepercayaan dari masyarakat itu sendiri terhadap keuchik, maka disuruh mengundurkan diri dikarenakan tidak sesuai sebagai keuchik (kepala desa).
Tokoh Masyarakat Gampong Pande, H. Hasbi Ahmad, menyebutkan, surat undangan yang diajukan ke pihak kecamatan ketika itu dengan agenda silaturrahmi di meunasah gampong bersama masyarakat. Bahkan mengenai surat itu ada melaporkan kepada beliau (keuchik) untuk mengundang unsur Muspika.
“Karena keuchik sendiri tidak mau lagi mengundang Muspika untuk agenda silaturrahmi tersebut. Dalam surat undangan itu bagaimana tidak kita menggunakan kop surat pemerintahan desa, apapun kegiatan untuk surat resmi kan memakai kop desa. Jabatan saya sekarang di Gampong Pande sebagai penasihat gampong. Intinya, masyarakat tidak mau lagi menerima dia sebagai keuchik di gampong karena banyak sekali persoalan-persoalan,” ujar Hasbi.
Hasbi menambahkan, masyarakat meminta yang bersangkutan untuk berhenti atau mengundurkan diri dari jabatan Keuchik Gampong Pande. Jika tidak mengundurkan diri berarti nantinya masyarakat akan menempuh jalur lain, disebabkan sudah banyak permasalahan dan ada item-item yang sudah dibuat sebagai catatan oleh masyarakat tentang hal tersebut.
“Bagi saya jika dia mengundurkan diri itu lebih bagus. Sebelumnya kita sudah mengundang pihak Muspika ke gampong untuk menyelesaikan itu, supaya dia (keuchik) mengundurkan diri. Itu tujuan kami, kita sudah mengecek memang banyak kesalahan dalam bekerja. Untuk selanjutnya kita akan melihat kembali bagaimana arahan dari pimpinan di tingkat Kabupaten Aceh Utara, sebagaimana sudah diserahkan data-data yang proses mengundurkan diri sebagai keuchik,” ungkap Hasbi Ahmad. []