Betong Ateuh – Aku tiba di Beutong Ateuh dengan hati yang berdebar, menapakkan kaki di tanah para syuhada. Angin berhembus lembut, membawa serta aroma damai dan hening yang khas. Burung-burung kecil beterbangan di sekitar kami, seolah menyambut kedatangan kami dengan penuh suka cita.
Hari itu, langit berhiaskan awan putih lembut yang melayang di atas Dayah Babul Mukarramah. Dayah ini terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan Beutong, memberikan kesan damai dan tenang. Gemercik air sungai yang mengalir di depan dayah membawa kesegaran dan suasana yang menyenangkan, seolah mengisyaratkan bahwa kehidupan terus berjalan, meski banyak cerita kelam yang terjadi di tanah ini.
Pagi itu, Rabu 1 Mei 2024, dalam perjalanan pulang dari Labuhan Haji di Aceh Selatan, setelah menikmati sarapan pagi di salah satu warung di Beutong Ateuh, Nagan Raya, aku bersama beberapa alumni Dayah Darussalam Al-Waliyah Labuhan Haji yang berasal dari Kabupaten Aceh Utara berkesempatan untuk menziarahi makam Tgk Bantaqiah di kompleks Dayah Babul Mukarramah.
Sosok Tgk Bantaqiah adalah salah satu ulama Aceh yang terkenal karena keteguhannya dalam menegakkan syariat Islam. Beliau wafat dalam tragedi berdarah Beutong Ateuh bersama puluhan muridnya pada tahun 1999.
Saat kami tiba di kompleks Dayah Babul Mukarramah, kami disambut dengan hangat oleh putra Tgk Bantaqiah, Tgk Malikul Mahdi. Dia alumni Dayah Darul Ihsan, Pawoh Labuhan Haji Aceh Selatan, di bawah asuhan Abuya Amran Waly, putra Hadratus Syeikh Abuya Muda Waly Al-Khalidy.
Dari cara pembicaraannya, menggambarkan Tgk Malikul Mahdi adalah sosok muda yang cerdas, dan kehadirannya membawa kehangatan di tengah suasana yang khidmat bagi penduduk Beutong Ateuh. Tgk Malikul dengan ramah mempersilakan kami masuk ke dalam kompleks dayah, sambil menceritakan tentang sejarah tempat ini dan kisah ayahnya.
Seiring kami berjalan di sekitar kompleks, Tgk Malikul menunjukkan lokasi makam Tgk Bantaqiah dan para muridnya. Suasana di tempat itu penuh dengan rasa hormat dan penghormatan, dan kami semua merasa sangat tersentuh. Setiap batu nisan menceritakan kisah pengorbanan dan keberanian, dan kami duduk dalam keheningan, merenungkan arti dari semua ini.
Usai berziarah, Tgk Malikul kembali berbagi kisah tentang kehidupan di dayah dan bagaimana warisan ayahnya terus hidup melalui para murid yang belajar di sana. Dia juga bercerita tentang harapannya untuk masa depan, tentang pentingnya menjaga semangat perjuangan dan dedikasi dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran.
Kami meninggalkan makam dengan perasaan yang campur aduk. Ada keharuan, kehangatan, dan juga semangat untuk menjalani hari dengan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para syuhada. Saat kembali berjalan, pemandangan pegunungan yang indah terus menemani perjalanan kami. Udara segar dan suara gemercik air dari sungai yang mengalir di lembah menambah rasa syukur yang mendalam.
Tgk Malikul Mahdi, yang menemani kami sepanjang ziarah, mengajak kami mampir ke rumahnya untuk menunjukkan beberapa karangan ayahnya yang tersisa. Rumahnya sederhana namun penuh dengan kehangatan. Di ruang tamu, terpajang foto Tgk Bantaqiah dan istrinya, serta sebuah penghargaan dari Wali Nanggroe, paduka yang mulia, Malik Mahmud Al haytar.
Sambil menikmati minuman, Malikul bercerita tentang perjalanan hidup seorang sufi dan para Aulia Allah. Ia juga membacakan kitab tulisan tangan ayahnya dalam bahasa arab Aceh untuk kami, berisi tentang tauhid dan tasawuf yang sangat mendalam. Dalam setiap kata yang diucapkannya, terlihat semangat dan keyakinan yang kuat.
Saya dan rombongan terpesona dengan tulisan tangan dalam bahasa Arab milik Tgk Bantaqiah yang begitu rapi, menyerupai bait-bait kaligrafi yang biasanya dibuat oleh para seniman. Gaya bahasa yang digunakan memiliki kekayaan majas yang indah dan sarat makna. Malikul bercerita bahwa selama hidupnya, Tgk Bantaqiah sering menulis, dan karya-karyanya banyak membahas tentang konsep tauhid dan prinsip-prinsip tasawuf.
Selama perbincangan, saya menyadari betapa pentingnya menjaga warisan sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendahulu. Beutong Ateuh bukan hanya tentang makam dan kisah tragis, tetapi juga tentang harapan dan masa depan. Tgk Malikul mewakili generasi muda yang berusaha menjaga warisan keilmuan. Meskipun masih relatif muda, ia memiliki ilmu keagamaan dan pemahaman sufi yang kuat.
Saat kami berpamitan, saya merasa terinspirasi oleh dedikasi Tgk Malikul dan keluarganya. Mereka adalah contoh nyata dari semangat keteguhan dan perjuangan. Kami mengucapkan terima kasih atas keramahan dan kehangatan mereka, dan mereka pun mengundang kami untuk datang kembali kapan saja.
Ketika kami melanjutkan perjalanan, saya melihat kembali ke lembah Beutong Ateuh, tempat di mana sejarah dan masa depan bertemu. Pemandangan di sekitar Beutong Ateuh sangat memukau, lembah yang subur, pepohonan hijau yang menutupi pegunungan, aliran sungai yang jernih menciptakan suasana damai, dan hamparan padi menguning di sawah memberi harapan masa depan. Namun, bayang-bayang sejarah selalu ada di balik keindahan ini, mengingatkan kita akan perjuangan yang terjadi di tanah ini. Tempat ini adalah simbol dari kekuatan, keteguhan, dan harapan yang abadi.
Tim kami melanjutkan perjalanan dengan perasaan penuh penghargaan. Setiap jengkal tanah di Beutong Ateuh memiliki cerita yang mendalam, dan kunjungan kami adalah cara untuk menghormati warisan yang ditinggalkan oleh Tgk Bantaqiah dan murid-muridnya.
Kami berhenti sejenak di sebuah titik pandang yang memberikan pemandangan luas ke seluruh lembah. Dari sini, terlihat bagaimana Dayah Babul Mukarramah berdiri dengan anggun di tengah-tengah alam. Seperti benteng yang kokoh, dayah ini menjadi simbol perjuangan, keimanan, dan pendidikan. Suasana di sekitar kami tenang, hanya terdengar suara burung dan desiran angin yang lembut.
Sambil menikmati pemandangan, kami berbincang tentang pentingnya mengingat sejarah dan menyebarkan kisah ini kepada generasi muda. Ada banyak cerita tentang keberanian dan pengorbanan yang perlu diceritakan kembali, bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk memberikan inspirasi bagi masa depan. Tgk Malikul Mahdi dan keluarganya telah menunjukkan kepada kami bahwa warisan tidak hanya tentang menjaga ingatan, tetapi juga tentang membangun sesuatu yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai kebenaran yang diwariskan.