Aceh Utara – Insiden pembakaran mobil pengangkut logistik bencana milik Satpol PP dan WH Aceh Utara di Kecamatan Langkahan dipandang sebagai peringatan serius soal merosotnya kepercayaan warga terhadap respons pemerintah dalam menangani banjir besar yang melanda wilayah itu. Kejadian tersebut dinilai mencerminkan kekecewaan masyarakat akibat lambannya distribusi bantuan dan minimnya kehadiran negara pada saat warga berada dalam kondisi paling rentan.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Lhokseumawe – Aceh Utara, Ibnu Sina, pada Kamis (11/12/2025), menyatakan bahwa pemerintah harus lebih peka dan tidak hanya fokus pada penindakan. Ia menekankan perlunya memahami kondisi psikologis warga yang berada dalam situasi rawan.
“Ini bentuk warning dan bentuk kekecewaan masyarakat atas keterlambatan pemerintah. Kejadian tersebut seharusnya menjadi perhatian kita semua,” ujar Ibnu.
Ibnu menilai bahwa sikap memarahi masyarakat bukanlah solusi, dan yang lebih penting adalah menggali alasan di balik munculnya ketegangan di lapangan.
“Kita menyayangkan peristiwa itu, tapi kita juga harus pahami kenapa itu bisa terjadi. Ketika mereka lapar dan luput dari perhatian, semua kemungkinan bisa terjadi,” tegasnya.
YARA mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola distribusi bantuan dan koordinasi lintas lembaga dalam penanganan banjir. Ibnu juga meminta adanya verifikasi awal secara objektif untuk mengetahui apakah insiden itu terjadi karena unsur kesengajaan atau spontanitas warga yang tengah mengalami tekanan.
“Kami berharap verifikasi dilakukan secara menyeluruh. Apakah ini tindakan terencana atau spontanitas warga yang sudah berada pada titik kecewa dan depresi akibat situasi krisis,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa langkah hukum harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa diarahkan kepada korban bencana. Menurutnya, pendekatan humanis, dialog, dan pemulihan kepercayaan publik lebih mendesak dalam situasi darurat.
“Jangan sampai penindakan justru menyasar masyarakat yang sedang tertekan oleh situasi bencana. Pemerintah harus mengedepankan langkah persuasif agar penanganan ini tidak menjadi sorotan negatif secara global,” ujarnya menegaskan.
Ibnu juga mengingatkan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk mengutamakan keselamatan rakyat. Ia merujuk pada prinsip Salus Populi Suprema Lex Esto serta amanat Pasal 28A–J UUD 1945 yang mengatur perlindungan hak hidup, keamanan, dan kesejahteraan warga, terutama saat bencana.
“Amanat Pasal 28A–J UUD 1945 jelas menegaskan kewajiban negara melindungi hak hidup, keamanan, dan kesejahteraan warga, terlebih saat bencana. Negara wajib hadir, memastikan bantuan layak dan cepat, bahkan jika memerlukan penyesuaian hukum yang proporsional,” katanya.
Menurut YARA, insiden di Langkahan harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola kebencanaan di Aceh Utara. Ibnu menegaskan bahwa kejadian tersebut tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengkriminalisasi warga, melainkan menjadi dorongan untuk melakukan pembenahan menyeluruh.
“Pemerintah harus lebih serius, lebih cepat, dan benar-benar hadir. Karena ketika rakyat merasa ditinggalkan, mereka bisa mengekspresikan kekecewaannya dalam bentuk apa pun,” tutup Ibnu.
