Jakarta – Di tengah derasnya gelombang digitalisasi dan arus informasi global, jurnalis dituntut tidak hanya bertahan, tapi juga menjadi penggerak utama transformasi digital. Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Yayasan Transformasi Digital Energi Terbarukan (Yayasan Transdi) dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (14/6/2025).
Pernyataan ini sekaligus memperkuat pesan yang disampaikan Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital dalam rilisnya sehari sebelumnya, yang menyoroti pentingnya media berkualitas sebagai benteng terakhir melawan misinformasi.
Plt. Ketua Yayasan Transdi, Riza Mirza, menekankan bahwa peran jurnalis tetap krusial dalam ekosistem informasi digital, namun harus dibarengi dengan sikap adaptif terhadap perubahan zaman.
“Jurnalis harus tetap berpegang teguh pada kode etik, apapun platformnya. Etika jurnalistik adalah fondasi utama di tengah transformasi teknologi,” tegasnya.
Lebih dari itu, ia menilai bahwa jurnalis tidak boleh pasif menghadapi perkembangan teknologi. Sebaliknya, mereka harus menjadi aktor aktif dalam proses digitalisasi di semua sektor.
“Jurnalis harus mendukung digitalisasi, tidak hanya meliputnya. Adaptasi adalah keharusan, dan dinamika global menuntut profesi ini terus relevan,” praktisi Teknologi Informasi tersebut.
Ia juga mengingatkan bahwa media hari ini telah mengalami pergeseran fungsi yang signifikan. Tidak lagi sekadar sebagai penyampai berita atau pengontrol sosial, media kini telah menjelma menjadi ruang interaksi sosial yang membentuk opini publik dan membentuk ekosistem informasi yang hidup.
“Media bukan hanya jendela informasi, tapi juga cermin dinamika sosial. Interaksi digital menjadikan media sebagai ruang publik baru,” tambahnya.
Terkait kecerdasan buatan (AI) yang mulai banyak digunakan di industri media, ia menegaskan bahwa AI harus dilihat sebagai alat bantu, bukan sebagai ancaman.
“Kecerdasan buatan adalah alat optimalisasi dan efisiensi kinerja, bukan lawan. Kita yang mengontrol teknologi, termasuk AI, bukan sebaliknya. Terutama dalam arus informasi yang deras, kemampuan manusia tetap menjadi faktor penentu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dirjen KPM Fifi Aleyda Yahya dalam acara Ngopi Bareng Kemkomdigi di Jakarta (13/6/2025) juga menyampaikan bahwa transformasi digital adalah tantangan nyata bagi bisnis media dan jurnalis. Ia menekankan perlunya kolaborasi, peningkatan kapasitas, dan kesiapan industri untuk menghadapi tsunami informasi yang makin sulit diverifikasi.
Pernyataan Yayasan Transdi ini mempertegas bahwa masa depan media bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal nilai, keberanian beradaptasi, dan semangat menjaga integritas profesi.