News  

“Bak Ngom” Penyambung Nyawa Ketika Bendungan Irigasi Tak Berfungsi

Zamanhuri
Kak Mah, mengumpulkan purun di sawah untuk bahan pembuatan tikar, Sabtu, (13/7/2024), (Foto/ Zamanhuri)

Syamtalira Bayu – Proyek pembangunan Bendungan Krueng Pase yang tak kunjung selesai telah menyebabkan sawah-sawah di Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tanpa pasokan air yang memadai, banyak sawah menjadi lahan gulma, termasuk Ngom (purun).

Namun, di tengah kondisi sulit ini, sebagian warga memanfaatkan purun sebagai bahan baku untuk membuat tikar. Salah satunya adalah Kak Mah (61), warga Kaye Panyang. Dengan cekatan, ia mencabut dan mengumpulkan purun yang tumbuh liar di sawah-sawah kawasan Gampong Ule Meuria. “Daripada dibiarkan begitu saja, lebih baik dimanfaatkan,” ujar Kak Mah sambil menunjukkan purun yang telah dikumpulkan.

Tidak hanya Kak Mah, Kak TI dari Gampong Dayah Surukuy juga turut mengumpulkan purun. Mereka tidak hanya sekadar memanfaatkan bahan baku yang tersedia secara alami, tetapi juga mengubahnya menjadi sumber penghasilan tambahan. “Ngom ini menjadi penyambung nyawa kami ketika sawah-sawah tidak bisa digarap,” kata Kak TI.

Mereka mengatakan, tikar-tikar hasil anyamannya dijual dengan harga bervariasi, mulai dari 60 ribu per lembar hingga ratusan ribu rupiah, tergantung ukuran dan motif.

Kak Ni, menyisir purun yang telah kering untuk pembuatan tikar Sabtu, (13/7/2024), (Foto/ Zamanhuri)

Warga lain, Kak Ni (58), saat dijumpai media ini, di warung milik anaknya di Gampong Kaye Panyang, Sabtu, 13 Juli 2024, mengatakan, dalam prosesnya, purun-purun yang telah dikumpulkan dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih tiga hari. Namun, proses penjemuran tidak selalu selesai dalam waktu tersebut. Terkadang, cuaca yang tidak mendukung, seperti hujan atau mendung, dapat memperpanjang waktu penjemuran hingga hampir seminggu. Penjemuran yang baik sangat penting untuk memastikan purun benar-benar kering dan siap untuk proses selanjutnya.

“Hal ini penting untuk menjaga kualitas bak ngom agar tidak mudah lapuk atau rusak saat dianyam. Selama proses ini, ngom-ngom tersebut dibolak-balik secara berkala untuk memastikan semua bagian bak ngom kering secara merata,” ungkap kak ni sambil menyisir purun yang telah kering.

Kata dia, setelah purun benar-benar kering, tahap selanjutnya adalah penyisiran. Purun yang sudah kering disisir sehingga membentuk bilah-bilah. Proses penyisiran ini memerlukan keahlian khusus agar bilah-bilah purun tidak patah atau rusak.

Kemudian, bilah-bilah purun tersebut diberi pewarna sesuai motif yang diinginkan, lalu dianyam. Proses penganyaman ini membutuhkan ketelitian dan kesabaran untuk menghasilkan tikar yang kuat, rapi, dan indah. Setiap tikar yang dihasilkan memiliki motif dan pola yang unik, mencerminkan kekayaan budaya dan kreativitas para pengrajin.

Tikar purun yang dihasilkan dijual dan menghasilkan pundi-pundi rupiah, walau harganya tak sebanding dengan usaha, namun paling tidak dapat menopang kebutuhan hidup, ujar Kak Ni.

Meski kondisi ini memprihatinkan, kreativitas warga Syamtalira Bayu dalam memanfaatkan purun menunjukkan ketangguhan mereka dalam menghadapi masa sulit. Mereka berharap proyek Bendungan Krueng Pase segera rampung, sehingga irigasi dapat berfungsi normal kembali dan sawah-sawah bisa kembali digarap dengan optimal.

Penulis : Zamanhuri

Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini

Jasa Buat Web by Altekno Digital Multimedia