Aceh Utara – Setiap tahun, bulan Ramadan tiba dengan pesonanya sendiri di Aceh. Salah satu aspek yang paling dinantikan adalah kehadiran makanan khas Ramadan yang istimewa, yaitu Ie Bu Peudah. Ie Bu Peudah bukan hanya sekadar kuliner, tetapi juga telah menjadi ikon takjil yang disukai oleh masyarakat Aceh. Ie Bu Peudah memiliki nilai sejarah yang panjang dengan masyarakat Aceh.
Ie Bu Peudah, yang menyerupai bubur, adalah hidangan yang kaya akan manfaat dan rasa. Hidangan ini diolah dari campuran 44 macam dedaunan hutan yang ditumbuk menjadi tepung. Dari dedaunan tersebut, Ie Bu Peudah mendapatkan keunikan rasa dan aroma yang membuatnya begitu istimewa.
Abdul Hakim, seorang penjual Ie Bu Peudah di Geudong kecamatan Samudera Aceh Utara, mengungkapkan bahwa saat ini tidak banyak orang yang mampu membuat Ie Bu Peudah.
“Pembuatan Ie Bu Peudah tidak sembarangan, mungkin hanya ada di bulan Ramadan saja, karenanya tidak banyak orang yang bisa melakukannya,” ujar Hakim.
Selain itu, proses yang rumit dan panjang juga membuat banyak orang enggan melakukannya. “Kita menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mengumpulkan dedaunan segar, bahkan sebagian harus kita cari di hutan. Setelah semua dedaunan terkumpul, kemudian kita jemur, setelah kering lalu ditumbuk bersama bahan-bahan lainnya, seperti beras, kunyit, dan lada, hingga menjadi tepung,” jelasnya.
Tepung inilah yang dijadikan bahan utama Ie Bu Peudah dan kemudian mencampurkannya dengan bahan lainnya untuk menciptakan hidangan yang lezat dan bergizi. Proses pembuatannya yang cermat dan penuh perhatian ini membuat Ie Bu Peudah memiliki nilai lebih dari sekadar makanan; ia menjadi simbol kebersamaan dan kehangatan dalam berbagi di bulan suci Ramadan.
Setiap Ramadan, tidak banyak warung dan penjual kaki lima di Aceh Utara yang menjual Ie Bu Peudah, mungkin hanya dapat dijumpai di daerah tertentu saja, berbeda dengan takjil lainnya.
Menurut Abdul Hakim, di kecamatan Samudera hanya dua orang penjual Ie Bu Peudah, namun aroma wangi Ie Bu Peudah yang menyeruak menggugah selera. Dia mengaku, setiap harinya Ie Bu Peudah miliknya habis terjual. Harga yang dibandrol per porsi adalah 5 hingga 10 ribu rupiah.
Selain memberikan kenikmatan bagi lidah, hidangan ini juga dipercaya memiliki banyak manfaat kesehatan, karena kandungan nutrisi yang tinggi dari dedaunan alami yang digunakannya, di antaranya dapat menyegarkan tubuh dan menjadi obat angin.
Pria asal Mereudu Pidie Jaya ini mengaku, dirinya telah menjual Ie Bu Peudah lebih dari 10 kali Ramadan. Dia mendapat resep dan cara pengolahan Ie Bu Peudah dari istrinya, yang merupakan warga Gampong Mancang, Geudong, Aceh Utara.
Namun, dia mengakui bahwa belum pernah meracik bahan dasar Ie Bu Peudah sendiri. Selama ini dia memanfaatkan jasa salah seorang peramu resep bumbu Ie Bu Peudah di Gampong Puuk.
“Kita tidak mungkin mengolah sendiri bahan dasar Ie Bu Peudah dikarenakan susahnya mencari 44 macam dedaunan, selain itu prosesnya juga panjang,” ungkap Hakim.
Untuk lebih praktis, saya mengolah bumbu dasar di Gampong Puuk, bahan-bahannya telah ada semua di sana, paling saya hanya membawa kunyit, beras, dan lada saja, selebihnya telah tersedia semua di sana, tutup Hakim.
Salahuddin, seorang pembeli, mengaku bahwa selama Ramadan, setiap hari membeli Ie Bu Peudah. “Tak lengkap rasanya berbuka puasa tanpa Ie Bu Peudah, selain rasanya yang nikmat juga menyegarkan, jadi puasa terasa lebih ringan,” ujarnya.
Kata dia, tidak heran jika Ie Bu Peudah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Ramadan di Aceh. Setiap suapannya mengingatkan orang-orang akan kekayaan alam dan kehangatan tersendiri.
Sebagai ikon kuliner, Ie Bu Peudah tidak hanya menciptakan kenangan manis bagi yang menikmatinya, tetapi juga menjadi pengingat akan kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Aceh.[]
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini