Salah satu dedikasi Misran yang sedang diterapkan adalah pembuatan pupuk cair organik dari bahan-bahan sederhana, seperti dari kulit pisang, air cucian beras, air kolam, cangkang telur, air kelapa, dan air hujan. Ke enam pupuk cair tersebut memiliki kelebihan masing masing.
Proses pembuatan pupuk cair organik ini melibatkan fermentasi selama 30 hari. Pada kondisi cuaca panas, pupuk dapat selesai dalam waktu sekitar 25 hari. Pendekatan ini tidak hanya mendukung pertumbuhan optimal tanaman kakao, tetapi juga bersifat ramah lingkungan. Selain itu, langkah ini juga diambil untuk membantu petani yang menghadapi kesulitan dalam membeli pupuk konvensional karena masalah biaya.
Cara penggunaan pupuk ini sangat mudah. Biang yang ia produksi sebanyak 400 mililiter dicampur dengan 16 liter air menggunakan teknik tertentu. Setelah proses pencampuran, pupuk dapat diaplikasikan dengan cara disemprot ke tanaman untuk merangsang pembuahan. Misran menyatakan bahwa pupuk ini dapat diaplikasikan pada semua tanaman, termasuk palawija dan lain sebagainya.
Hasil pupuk cair organik dari Misran memberikan dampak positif yang signifikan pada pertumbuhan tanaman kakao di Pucoek Reunteh. Kualitas biji kakao yang dihasilkan meningkat, memberikan peluang pendapatan lebih baik bagi petani lokal.
Salah seorang petani di Pucoek Reunteh, Verdi, mengungkapkan bahwa ia memperoleh pupuk cair yang telah jadi sebanyak 400 mililiter dari Misran. Rencananya, pupuk tersebut akan disemprotkan ke tanaman alpokat miliknya.
“Itu yang satu batang sudah saya coba, hasilnya bagus. Oleh karena itu, saya akan menyemprot semua tanaman alpukat saya yang jumlahnya sekitar 150 batang. Ukuran yang saya gunakan adalah, 15 liter air dicampur dengan 80 mililiter pupuk cair dari Pak Misran,” ujar Verdi sambil menunjukkan tanaman alpokat.
Atas dedikasi dan inisiatif Misran tidak hanya memberikan motivasi tambahan kepada warga desa untuk lebih aktif dalam pelestarian kebun kakao, tetapi juga berdampak positif pada lingkungan sekitar. Terlebih lagi, kondisi harga kakao yang sedang tinggi telah memunculkan semangat yang lebih besar di kalangan petani.
Melalui inovasi ini, Misran bertujuan meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan petani di Pucoek Reunteh. Namun, ia yakin, usahanya tersebut tidak dapat membawa perubahan secara signifikan. Karenanya, ia berharap peran pemerintah atau lembaga yang bersangkutan untuk mengambil bagian membantu permasalahan yang sedang dihadapi petani.
“Saya menyadari tidak mudah membangkitkan kembali para petani karena terganjal dengan ekonomi, sementara yang punya sawit juga belum menghasilkan. Bisa dikatakan, saat ini mereka bukan lagi petani pekebun, melainkan petani pekerja,” ujar Misran sambil tertawa.
Ia berharap agar Aceh Utara dapat kembali menjadi sumber kakao sebagaimana dahulu. Pada masa lalu, Aceh Utara dikenal sebagai pusat produksi kakao dengan kualitas yang sangat baik, sejajar dengan Kabupaten Bireun, Pidie Jaya, dan Aceh Tamiang. Namun, saat ini hanya tinggal kenangan.[]
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini