Bagian pertama
Dusun Pucoek Reunteh Yakin Jaya, terletak di Kampung Tempel, Kecamatan Cot Girek, berjarak 7 kilometer dari pusat administrasi kampung, menghadapi tantangan aksesibilitas yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari penduduknya.
Perjalanan menuju dusun ini menyuguhkan pemandangan perkebunan sawit dengan jalan tanah yang belum tersentuh aspal. Kondisi jalan yang tidak memadai membuat penduduk, termasuk anak-anak sekolah menghadapi kesulitan pulang-pergi, terutama saat musim hujan.
Fasilitas di Dusun Pucoek Reunteh Yakin Jaya, seperti sumber air bersih, masih kurang memadai. Masyarakat di sana masih mengandalkan air alur sungai untuk minum dan mencuci pakaian. Meskipun demikian, aliran listrik sudah mencapai rumah-rumah penduduk.
Fasilitas umum di dusun ini terbatas, hanya satu gedung sekolah dasar dan Meunasah sebagai tempat ibadah serta kegiatan masyarakat. Kondisi ini memperumit kehidupan sehari-hari warganya.
Warga Dusun Pucoek Reunteh Yakin Jaya sering menghadapi ancaman banjir saat musim hujan karena letaknya di lembah yang dikelilingi gunung. Banjir sering terjadi setelah hujan lebat di daerah pegunungan selama lebih dari satu jam, namun beruntung air surut dalam waktu relatif singkat, sekitar 6 jam.
Mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dengan menghasilkan komoditas seperti sawit, kakao, dan pinang. Meskipun demikian, hasil bumi ini belum mampu mengangkat derajat ekonomi masyarakat, yang sebagian besar masih hidup di bawah rata-rata.
Salah satu penyebab adalah ketidakstabilan harga. Sebagai contoh, harga pinang di pasar lokal mengalami penurunan drastis, menyebabkan para petani pinang di Pucoek Reunteh menghadapi kendala serius karena biaya produksi yang tinggi tidak sebanding dengan harga jual yang rendah. Akibatnya, banyak petani mengalami kesulitan ekonomi karena tidak dapat memetik hasil panen mereka.
Pada era 90-an, Pucoek Rinteh pernah menjadi pusat perhatian sebagai penghasil kakao unggulan di Kabupaten Aceh Utara. Melalui program Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK), namanya mencuat, tetapi seiring waktu, komoditas sawit menggantikan kepopuleran kakao.
Ketua kelompok tani Pucoek Rinteh, Misran, (70), mengatakan bahwa penurunan komoditas kakao di Pucok Rinteh disebabkan oleh konflik Aceh. Saat itu, petani kakao meninggalkan kebun mereka demi keamanan. Pohon kakao yang tidak terawat mati atau rusak, sulit untuk dipulihkan. Setelah damai Aceh, petani beralih ke tanaman sawit karena dianggap lebih mudah dirawat dan memberikan hasil yang menjanjikan.
Misran menjelaskan bahwa saat ini hanya 20 persen dari kebun kakao di Pucuk Rinteh yang bertahan, dan itu pun dengan daya produksi rendah akibat kurangnya perawatan dan usia pohon yang sudah tua. Namun, melihat melambungnya harga kakao belakangan ini, petani kakao di Pucoek Reunteh kembali bersemangat. Meskipun hasil panen tidak maksimal, mereka membersihkan dan memberi pupuk pada kebun yang lama terbengkalai, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah kenaikan harga yang signifikan.
Ia menuturkan, harga kakao kering saat ini di Pucoek Alue Reunteh mencapai 50 hingga 55 ribu perkilogram. Meskipun harga tersebut menguntungkan petani, daya produksi yang rendah tetap menjadi kendala bagi petani di Pucoek Reunteh.
Bersambung.
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini