Aceh, sebuah provinsi di ujung barat Pulau Sumatera, tidak hanya kaya akan budaya dan sejarah, tetapi juga memiliki ragam kuliner yang unik. Salah satu kuliner istimewa dari Aceh yang patut dicicipi adalah janeng teukeurabe, sebuah hidangan yang terbuat dari Boh Janeng, yang juga dikenal sebagai ubi hutan.
Dalam bahasa Indonesia, Boh Janeng sering disebut ubi iwi atau ubi racun, sebagian masyarakat juga menyebutnya dengan sebutan gadung (Dioscorea Hispida Dennst). Tanaman ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh.
Pada zaman dulu, Boh Janeng memiliki peran penting sebagai pengganti beras ketika masa paceklik, bahkan saat berperang melawan penjajah Belanda. Indatu, orang Aceh, mengandalkan Boh Janeng sebagai sumber makanan yang berharga dan bergizi.
Namun, pengolahan Boh Janeng menjadi janeng teukeurabe tidaklah mudah dan memerlukan kehati-hatian. Pasalnya, Boh Janeng mengandung racun yang bisa menjadi bahaya bagi kesehatan jika tidak diolah dengan benar.
Proses pengolahan dimulai dengan membersihkan kulit Boh Janeng dan memotong-motongnya. Selanjutnya, Boh Janeng yang telah dipotong direndam dalam air mengalir selama satu hingga dua hari untuk menghilangkan racunnya.
Setelah proses perendaman, Boh Janeng dirajang tipis-tipis, dibilas dengan air, dan dijemur selama satu atau dua hari hingga mengalami perubahan warna. Kemudian, Boh Janeng direbus dan dicampur dengan kelapa parut, garam, dan gula pasir. Beberapa orang juga menambahkan gula merah untuk menambah cita rasa. Hasil olahan ini kemudian dikenal sebagai Janeng teukeurabe, hidangan khas yang unik dan berbeda dari makanan lainnya.
Meskipun Boh Janeng memiliki potensi manfaat kesehatan yang tinggi, perlu diingat bahwa pengolahannya harus tepat agar tidak menimbulkan risiko keracunan. Oleh karena itu, bagi penggemar kuliner unik ini, penting untuk mengikuti panduan yang tepat dalam mengolah dan mengonsumsi Boh Janeng agar dapat menikmati kelezatannya dengan aman dan sehat.
Sayangnya, saat ini olahan makanan dari Boh Janeng jarang dijumpai karena kesulitan dalam mendapatkan bahan baku. Tanaman ini belum banyak dibudidayakan, sehingga masyarakat yang ingin menikmati kuliner ini harus mencarinya di hutan.
Penjualan Janeng kering di pasar juga jarang ada dan hanya tersedia di beberapa pasar tradisional pada hari tertentu, seperti hari pekan. Semoga ke depan, ada komunitas dan pihak-pihak tertentu yang melakukan budidaya bak janeng.
Dengan menjaga kearifan lokal dan mengikuti panduan yang tepat dalam mengolah dan mengonsumsi Boh Janeng, masyarakat Aceh dan para pecinta kuliner unik di seluruh dunia dapat menikmati kenikmatan dan manfaat kesehatan dari hidangan khas yang istimewa ini.
Semoga Boh Janeng dan janeng teukeurabe tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan kuliner Indonesia dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.[]
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini