Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lhokseumawe Nomor Urut 3, Ismail dan Azhar Mahmud. Dalam perkara Nomor 08/PHPU.WAKO-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada di MK. Hal ini dikarenakan selisih perolehan suara antara pemohon dan paslon peraih suara terbanyak dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Lhokseumawe 2024 melebihi ambang batas yang diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Ketua MK Suhartoyo, dalam Sidang Pengucapan Putusan PHPU Kepala Daerah 2024 yang digelar di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta, pada Selasa (3/2/2025), menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima. Dalam pertimbangan hukum, Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk mengesampingkan Pasal 158 UU Pilkada yang berkaitan dengan kedudukan hukum pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan PHPU. Mahkamah juga tidak menemukan kondisi khusus yang menciderai penyelenggaraan Pilwalkot Lhokseumawe 2024, sehingga tidak relevan untuk melanjutkan perkara ini ke tahap persidangan lanjutan.
“Mahkamah telah meyakini bahwa tahapan-tahapan Pilwalkot Lhokseumawe 2024 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak ada relevansi untuk melanjutkan permohonan ini ke agenda pembuktian,” jelas Saldi Isra.
Dalam perkara ini, selisih suara antara pemohon dan paslon pemenang Pilwalkot Lhokseumawe melebihi ambang batas 2 persen yang ditentukan dalam UU Pilkada. Dengan total suara sah sebesar 91.636 suara, batas maksimal selisih suara yang diperbolehkan untuk mengajukan sengketa adalah 1.833 suara. Namun, pemohon yang memperoleh 32.009 suara, kalah dari pihak terkait yang mendapatkan 34.962 suara, sehingga terdapat selisih 2.953 suara atau 3,22 persen, yang melebihi ketentuan ambang batas.
Pemohon sebelumnya mendalilkan adanya kecurangan dalam pemungutan suara, seperti pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali dan diizinkan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dugaan pelanggaran ini disebut terjadi di 17 TPS di Kecamatan Muara Dua, meliputi beberapa TPS di Desa/Kelurahan Meunasah Blang, Menasah Mee, Blang Crum, Cut Mamplam, dan Menasah Manyang.
Namun, Mahkamah menemukan bahwa formulir C. Hasil Salinan di semua TPS yang dipermasalahkan telah ditandatangani oleh saksi mandat pemohon tanpa ada keberatan tertulis. Selain itu, tiga laporan yang diajukan pemohon ke Panwaslih Kota Lhokseumawe tidak memenuhi syarat formil maupun materil, sehingga tidak diregistrasi.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK untuk membatalkan Keputusan KIP Kota Lhokseumawe Nomor 700 Tahun 2024 terkait hasil penghitungan suara serta memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa TPS yang dipermasalahkan. Namun, dengan putusan ini, Mahkamah menegaskan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini