Keumamah nama untuk ikan kayu di Aceh, terbuat dari ikan tongkol atau cakalang, diproses dengan cara direbus dan dikeringkan melalui penjemuran. Metode ini tidak hanya memberikan rasa yang lezat, tetapi juga meningkatkan daya tahan produk, memungkinkan Keumamah tetap segar dalam perjalanan jauh
Kemudahannya dalam penyimpanan dan mobilitas membuatnya menjadi pilihan sebagai bekal para pejuang Aceh pada zaman dahulu, baik dalam perjuangan melawan penjajah maupun saat melakukan perjalanan jarak jauh. Keumamah tidak mudah basi dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama, menjadikannya aset berharga di tengah keterbatasan penyimpanan dan logistik pada masa lalu.
Keumamah dapat diolah menjadi berbagai hidangan khas Aceh yang memanjakan lidah. Beberapa di antaranya adalah phep (tumis), peuleumak, hingga asam keumamah.
Phep Keumamah.
Phep Keumamah, hidangan yang telah meraih tempat istimewa di hati banyak orang, menawarkan harmoni cita rasa yang menggoda. Gabungan rasa asam dari Boh Sunti, pedas dari cabai, dan gurih dari ikan kayu, mengundang selera untuk merasakan kelezatan yang tiada tara.
Tak hanya memanjakan lidah, Phep Keumamah juga mengundang indra penciuman dengan aroma yang menggiurkan. Kombinasi rasa asam, pedas, dan gurih yang dimiliki hidangan ini menjadikannya pilihan yang sempurna untuk menggugah selera dan memberikan pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menciptakan kelezatan Phep Keumamah ini cukup sederhana. Yaitu Keumamah atau ikan kayu yang dirajang sebagai bahan utama, kentang yang dipotong panjang, boh limeng (belimbing wuluh) yang diiris, cabai hijau yang dibelah, dan beberapa bumbu lainnya seperti garam, gula pasir sebagai pengganti penyedap, bawang merah yang diiris tipis, serta daun temurui atau daun salam koja dan daun pandan yang di simpul. Minyak goreng digunakan untuk craeih (menumis) bumbu dan membuat hidangan ini semakin menggoda.
Bumbu halus yang menjadi rahasia dari cita rasa lezat Phep Keumamah terdiri dari bawang merah, bawang putih, asam sunti, cabai merah keriting, cabai merah kering (capli kleng), cabai rawit, ketumbar, jahe, lada, jintan, dan adas. Kombinasi bumbu-bumbu ini menghasilkan aroma yang memikat dan cita rasa yang khas.
Proses pembuatan dimulai dengan menumis bumbu halus dalam minyak panas hingga harum. Selanjutnya, ditambahkan serai, jahe, lengkuas, daun temurui, dan cabai hijau yang telah dibelah atau diiris. Proses penggorengan ini akan memberikan kompleksitas rasa yang lebih mendalam. Kemudian, Keumamah (ikan kayu) dimasukkan ke dalam wajan dan dicampur dengan bumbu-bumbu yang telah ditumis. Air dituangkan secukupnya untuk memasak ikan hingga bumbu meresap sempurna ke dalam daging ikan.
Adalah penting untuk sesekali mengaduk hidangan ini agar bumbu merata dan ikan matang secara sempurna. Setelah bumbu mengering dan meresap dengan baik, Phep Keumamah siap diangkat dan disajikan.
Keumamah Teupeuleumak
Keumamah Teupeuluemak, sebuah resep tradisional yang telah melintasi generasi, menghadirkan kenikmatan tiada tara bagi pencinta kuliner. Dengan kombinasi rasa gurih dan aroma khasnya, hidangan ini tak pernah gagal untuk menggugah selera siapa pun yang mencicipinya.
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain bawang merah, kemiri, jahe, bawang putih, cabe merah, cabe rawit, ketumbar, dan kunyit untuk bahan halus. Selain itu, cabe ijo, santan cair, serei, daun temurui atau kari, tomat, dan kentang juga dibutuhkan dalam resep ini.
Cara membuatnya dimulai dengan membersihkan dan memotong tipis Keumamah serta membelah kentang menjadi 4 bagian. Santan yang agak kental juga harus disiapkan.
Bumbu halus seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, cabai rawit, kunyit, dan ketumbar dihaluskan dan ditumis dengan sedikit minyak. Daun salam, daun temurui atau kari, dan serai ditambahkan ke dalam tumisan bumbu hingga harum.
Selanjutnya, santan dimasukkan ke dalam tumisan tersebut, diikuti dengan Keumamah. Aduk hingga rata dan diamkan beberapa saat. Tambahkan kentang yang sudah dipotong-potong, aduk terus agar santan tidak pecah, dan masak hingga mendidih.
Ketika mentang mulai empuk, cabai hijau yang telah dibelah dua dapat ditambahkan, diikuti dengan tomat yang sudah dibelah memanjang. Tambahkan garam sesuai selera dan sedikit gula sebagai pengganti penyedap rasa. Kuah leumak Keumamah siap dihidangkan dengan nasi panas. Selamat mencoba resep yang menggoda selera ini.
Asam Keumamah
Salah satu cara sederhana pengolahan Keumamah adalah melalui hidangan asam Keumamah. Asam Keumamah adalah hidangan khas Aceh yang menggabungkan rasa asam, pedas, dan gurih dalam satu sajian. Dalam pengolahannya, hanya membutuhkan sedikit bahan dan langkah-langkah sederhana. Terdapat beberapa varian asam Keumamah, salah satunya adalah asam Keumamah cabe ijo.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat asam Keumamah cabe ijo antara lain keumamah (ikan kayu), bawang putih, bawang merah, cabe hijau, dan asam sunti yang dihaluskan. Untuk langkah pertama, rajang bawang putih, bawang merah, dan cabe hijau. Kemudian cuci cabai hijau dan buang bijinya, lalu tiriskan. Panaskan minyak dalam wajan dan tumis bawang hingga kuning keemasan. Selanjutnya, masukkan cabai hijau yang telah diiris tipis serta potongan keumamah.
Selama proses memasak, biarkan bahan-bahan tersebut matang hingga layu. Setelah itu, masukkan asam sunti yang sudah dihaluskan ke dalam wajan. Berikan sedikit garam dan tambahkan air. Aduk aduk agar bumbu merata dan hindari hangus atau lengket pada wajan.
Hasil akhir dari hidangan asam Keumamah akan menghadirkan kombinasi harmonis antara rasa asam yang segar, sensasi pedas dari cabai hijau, dan cita rasa gurih dari ikan kayu (keumamah). Hidangan ini merupakan contoh nyata bagaimana masyarakat Aceh mengolah bahan makanan lokal menjadi sajian yang menggugah selera dan mencerminkan keanekaragaman rasa khas daerah.
Dengan sejarah panjangnya sebagai bekal perang dan hidangan lezat, Keumamah telah mengukir jejaknya dalam budaya Aceh. Keberadaannya tidak hanya mencerminkan kemampuan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak, tetapi juga menggambarkan bagaimana warisan kuliner dapat menjadi cermin sejarah dan kekayaan kultural suatu daerah.[]