Aceh, salah satu provinsi di Indonesia, dikenal tidak hanya dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan tradisi dan budayanya yang kaya. Salah satu prosesi budaya yang lazim dilakukan oleh masyarakat Aceh menjelang pernikahan atau perkawinan adalah peutamat Qur’an (khatam Alqur’an).
Acara ini telah menjadi satu rangkaian penting dalam hidup masyarakat Aceh, memiliki makna yang sangat mendalam, namun sayangnya, tradisi ini mulai terlupakan dan ditinggalkan di beberapa tempat.
Peutamat Qur’an adalah suatu acara yang biasanya dilaksanakan pada malam hari. Prosesi ini dipimpin oleh Gure Beut, yang merupakan seorang guru pengajian. Guru yang pernah mengajarkan Alquran kepada calon mempelai akan diutamakan dalam melaksanakan prosesi ini. Selain itu, prosesi ini juga melibatkan tungku-tungku Gampong dan para tokoh masyarakat yang diundang khusus untuk hadir dalam acara tersebut.
Salah satu tujuan utama dari peutamat Qur’an adalah sebagai bentuk pengijazahan ilmu. Ilmu yang telah diberikan kepada calon mempelai selama ini diharapkan dapat bermanfaat dan mendapatkan keberkahan dalam menghadapi tantangan zaman di masa yang akan datang. Melalui prosesi ini, ilmu yang telah dipelajari dari kitab suci Alquran diakui dan dipahami sebagai sumber kearifan dan pedoman hidup dalam membangun keluarga yang harmonis.
Tidak hanya itu, pada acara peutamat Qur’an, calon mempelai juga akan dipeusijuek (tepung tawar) dan mendapatkan doa restu, serta nasehat dari para hadirin. Doa restu ini merupakan ungkapan harapan agar pernikahan yang akan dijalani dapat diberkahi Allah SWT dan diridhai-Nya. Sementara nasehat yang diberikan oleh para tokoh dan orang tua memiliki nilai-nilai bijak yang dapat membantu calon mempelai menjalani kehidupan pernikahan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Meskipun prosesi peutamat Qur’an memiliki makna yang sangat mendalam secara filosofis dan menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Aceh, sayangnya, tradisi ini mulai terabaikan dan ditinggalkan di beberapa tempat saat ini. Modernisasi, urbanisasi, dan perubahan sosial budaya dapat menjadi faktor penyebab berkurangnya minat dan pemahaman akan pentingnya prosesi ini.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Aceh untuk terus melestarikan tradisi peutamat Qur’an ini agar tidak dilupakan oleh generasi muda. Para tokoh masyarakat, pendidik, dan pemuka agama dapat berperan aktif dalam memperkenalkan kembali makna dan keindahan dari tradisi ini kepada anak-anak muda. Selain itu, upaya kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga budaya juga dapat dilakukan untuk mengadakan acara-acara kebudayaan yang dapat memperkuat dan mempromosikan tradisi ini.
Dengan tetap melestarikan tradisi peutamat Qur’an, masyarakat Aceh dapat menjaga akar budayanya yang kaya dan menghormati nilai-nilai kearifan lokal. Tradisi ini juga dapat menjadi bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas ilmu yang diberikan dan harapan untuk keberkahan dalam menjalani kehidupan pernikahan. Semoga tradisi ini tetap hidup dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya yang terus dijaga dan dihargai oleh seluruh masyarakat Aceh. []
Catatan: Artikel ini dibuat hanya untuk tujuan edukasi semata.
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini