Pop corn, atau di Aceh dikenal dengan “jagong tum”, telah ada sejak ribuan tahun lalu. Penemuan ini diungkap oleh Edgar Anderson dan Hugh C. Cutler dalam jurnal “Methods of Corn Popping and Their Historical Significance” yang diterbitkan pada tahun 1950 oleh University of Chicago.
Dikutip dari tirto.id, pop corn adalah makanan yang telah menjadi teman setia saat menonton di bioskop sejak zaman dahulu. Terbuat dari biji jagung, atau yang dikenal juga sebagai berondong jagung di Indonesia, pop corn diproses menggunakan teknik popping yang telah digunakan sejak zaman kuno.
Teknik popping ini merupakan cara menghasilkan suara letupan pada jagung jenis flint yang memiliki biji keras seperti kaca. Dalam jurnal tersebut, dijelaskan bagaimana proses pembuatan pop corn dilakukan.
Jagung flint dipanaskan, dan pada suhu tertentu, biji jagung mulai meletup dan mengeluarkan aroma harum. Aroma yang khas ini berasal dari uap yang keluar dari endosperma di dalam biji jagung. Dalam tulisan Anderson, seperti yang dikutip oleh Jstor Daily, disebutkan bahwa awalnya mungkin orang-orang secara tidak sengaja menemukan teknik ini dengan meletakkan jagung di dekat api, bara, atau pasir panas.
Kata “pop corn” sendiri pertama kali muncul dalam kamus Amerika Serikat pada tahun 1840-an. Pada tahun 1820-an, pop corn dijual dalam bentuk mutiara atau nonpareil. Pada tahun 1896, muncul inovasi berupa Cracker Jack, yang merupakan pop corn dengan lapisan permen, kacang tanah, dan variasi rasa lainnya.
Dalam penelitiannya, Anderson dan Cutler juga mengungkapkan beberapa peralatan bersejarah terkait pop corn, seperti kompor popcorn Bolivia yang mirip dengan bazooka kecil. Kemudian ada juga keranjang jala, panic, atau Jiff-Pop yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1959.
Saat ini, orang-orang telah beralih menggunakan microwave atau membeli pop corn dalam kemasan siap saji untuk membuat berbagai hidangan dari pop corn.
Sejarah pop corn sebagai teman nonton film di rumah atau di bioskop dimulai pada akhir tahun 1930-an. Pada masa itu, pop corn menjadi pilihan yang terjangkau dan lezat sebagai tambahan setelah membeli tiket film pada masa Depresi Besar. Meskipun dijual dengan harga yang terjangkau dalam bentuk biji jagung, pop corn tetap menguntungkan bagi para penjualnya.
Awalnya, bioskop ragu untuk menyajikan pop corn karena dianggap dapat mengotori lantai dan dianggap berminyak serta mengganggu. Oleh karena itu, pemilik toko pop corn menjualnya secara sembunyi-sembunyi, bahkan di tempat-tempat tersembunyi seperti di bawah gang.
Namun, pada tahun 1938, seorang pionir bernama Glen W. Dickson memasang mesin pop corn di lobi teater di kawasan Midwestern dengan keberanian. Menurut laporan dari BBC, di Amerika pada tahun 2016, konsumsi pop corn mencapai hampir 50 liter setiap tahunnya.
Tak hanya itu, penjualan pop corn di Inggris juga mengalami peningkatan signifikan. Perusahaan riset Mintel melaporkan bahwa penjualan pop corn di Inggris tumbuh sebesar 169% dalam lima tahun terakhir pada tahun 2016.
Namun, pertanyaan muncul, apakah pop corn sehat untuk dikonsumsi? Jawabannya tergantung pada cara kita memakannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Center for Science in the Public Interest, pop corn merupakan makanan ringan yang sehat karena kaya akan gandum, antioksidan, dan rendah kalori.
Dalam satu porsi pop corn ukuran standar, hanya terdapat 93 kalori, 1 gram lemak, dan hampir 4 gram serat.
Itulah gambaran mengenai jagong tum atau pop corn, yang merupakan salah satu jajanan tertua di dunia. Pop corn telah menjadi teman setia saat menonton di bioskop, dan hingga kini tetap diminati oleh banyak orang.
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini