Lhokseumawe – Taufik Akbar, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Siwah, merupakan sosok penting dalam perkembangan bela diri di Aceh. Sejak muda ia menekuni silat tradisional, lalu memperluas wawasan ke berbagai aliran lain. Konsistensinya mengantarkan ia menjadi pendekar yang dihormati sekaligus pelatih yang aktif membina generasi muda.
Mendirikan Perguruan dan Mengembangkan Organisasi
Pada 1999, Abu Siwah mendirikan Perguruan Siwah Busoe di Lhokseumawe. Perguruan ini menjadi wadah pembinaan bela diri sekaligus sarana pendidikan karakter, dengan menekankan nilai disiplin, tanggung jawab, dan kebersamaan. Filosofi yang ia pegang adalah bahwa bela diri bukan untuk mencari musuh, tetapi untuk membentuk pribadi yang kuat dan bermanfaat.
Selain mendirikan perguruan, namanya juga erat dengan organisasi Silet Nanggroe, wadah yang menaungi berbagai aliran bela diri di Aceh. Dalam organisasi tersebut, ia dihormati sebagai Uleei Pandekar, dengan peran aktif menyatukan perguruan serta menjaga kelestarian seni bela diri tradisional di tengah arus modernisasi.
Kontribusi di Olahraga Modern dan Visi ke Depan
Tak hanya berfokus pada tradisi, Abu Siwah juga berperan dalam pengembangan olahraga modern, khususnya Muaythai. Di bawah bimbingannya, Muaythai Lhokseumawe berkembang dan berkontribusi dalam mempersiapkan atlet untuk ajang seperti Pra-PORA dan PORA Aceh.
Ia dikenal sebagai sosok disiplin namun dekat dengan murid dan masyarakat. Bagi banyak orang, kiprahnya mencerminkan visi besar: melahirkan generasi muda Aceh yang sehat, berkarakter positif, dan berprestasi.
“Bela diri adalah jalan hidup. Bukan untuk mencari lawan, melainkan untuk menjaga diri, menghormati orang lain, dan mengabdi pada masyarakat,” tutur Abu Siwah, menegaskan prinsip yang selalu ia sampaikan kepada murid-muridnya.
Ikuti notula.news di Google Berita untuk update informasi lebih mudah dan nyaman. Klik di sini