Jakarta – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menyatakan bahwa regulasi mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) akan disusun dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Langkah ini dilakukan untuk memperkuat tata kelola teknologi lintas sektor dan memastikan bahwa pengembangan AI bersifat inklusif serta mencakup berbagai bidang.
“Akan ada dua produk, yaitu peta jalan dan regulasi AI. Lalu Peraturan Presiden yang dapat berlaku di seluruh lembaga. Jadi, dengan melakukan itu, kami memperkuat regulasi kami tentang AI,” ujar Wamenkomdigi dalam pertemuan dengan Wakil Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Terrence Teo, di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, pada Rabu (16/7/2025).
Nezar menjelaskan bahwa Indonesia saat ini telah memiliki sejumlah instrumen hukum yang berkaitan langsung dengan pemanfaatan AI. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta berbagai regulasi sektoral lainnya termasuk surat edaran yang mengatur etika dalam penggunaan AI.
“Dengan seperangkat peraturan ini, saya pikir kami dapat memiliki referensi bagi semua pemangku kepentingan yang ingin mengembangkan teknologi AI. Bagi masyarakat yang ingin menggunakan teknologi ini, kami juga dapat menavigasi dan memitigasi risikonya,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Nezar juga mengungkapkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital tengah merumuskan peta jalan nasional AI. Dokumen strategis ini akan menjadi panduan dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI secara terarah dan berkelanjutan di Indonesia.
Penyusunan peta jalan tersebut, menurut Nezar, melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor dalam kerangka kerja kolaboratif quadhelix yang mencakup pelaku usaha dan industri, akademisi, kelompok masyarakat sipil, serta lembaga pemerintah. Selain itu, pemerintah juga menjalin kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Boston Consulting Group (BCG) untuk memperkuat substansi dan metodologi dalam proses penyusunannya.
“Kami sedang menyusun peta jalan nasional untuk AI yang melibatkan kolaborasi quadhelix, dari pelaku usaha dan industri, akademisi, kelompok masyarakat sipil dan pemerintah. Proses ini telah berjalan secara marathon selama hampir dua bulan ini,” jelasnya.
“Pemerintah mengapresiasi komitmen semua pihak untuk mewujudkan peta jalan ini. Untuk mendukung proses tersebut pemerintah dengan dukungan JICA juga melakukan kajian pendukung perumusan peta jalan dengan melibatkan Boston Consulting Group (BCG) dan drafnya masih dibahas oleh banyak pemangku kepentingan. Semoga kami dapat menyelesaikan drafnya pada akhir bulan ini,” tambah dia.
Lebih lanjut, Nezar menekankan bahwa peta jalan tersebut akan menjadi panduan prinsipil bagi kementerian dan lembaga pemerintah dalam mengadopsi teknologi AI di berbagai sektor strategis, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga layanan keuangan. Ia menegaskan bahwa dokumen ini tidak bersifat teknokratis semata, tetapi juga akan memberikan panduan praktis mengenai prinsip-prinsip dasar pemanfaatan AI yang bertanggung jawab.
“Ini seperti panduan untuk semua kementerian yang terkait dengan adopsi AI. Kami hanya memberikan prinsip-prinsip bagaimana mengadopsinya, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta apa yang perlu diwaspadai terkait risikonya,” tutup Wamenkomdigi.
Dengan hadirnya dua dokumen strategis ini—yakni regulasi dalam bentuk Perpres dan peta jalan nasional AI—pemerintah berharap dapat menjaga keseimbangan antara dorongan terhadap inovasi digital dan perlindungan terhadap kepentingan publik. Kedua dokumen tersebut juga diharapkan menjadi rujukan utama dalam membangun ekosistem kecerdasan artifisial nasional yang aman, inklusif, tangguh, dan berdaya saing tinggi.